Thursday, July 18, 2019

Beropini Tentang Sistem Zonasi Sekolah



Hallo semua, assalamualaikum teman teman blogger dan teman-teman yang tersesat di blog ini. Salam hangat dari yang empunya blog.

Yeahh nulis kembali setelah Purnama, Ok.

Yoo sekarang kembali kemasa sekolah, anak-anak yang libur panjang kini kembali bersekolah. 

Ditulisan ini, gue ingin beropini dan memberikan tanggapan ala-ala gue tentang yang sekarang lagi ramai dibicarakan dan diperdebatkan oleh khalayak ramai, yaitu Sistem Zonasi Sekolah. 

Banyak orang berpendapat tentang kebijakan zonasi sekolah ini. Ada yang berpendapat positif dan ada juga negatif tentunya.

Sebelum masuk opini yang lebih dalam*aseek, kita akan bahas dulu sedikit apa itu Sistem Zonasi Sekolah. Dan setelah pencarian melalui media darling, salah satunya google.

Halo Google !! Pengen nanyak nih πŸ˜…

"Apasih Sistem Zonasi Sekolah itu ? "

Dan menurut google, dapat dijelaskan bahwa Sistem Zonasi Sekolah ini adalah Penerapan Sistem yang mengharuskan calon peserta didik (siswa baru) untuk menempuh pendidikan disekolah yang memiliki radius terdekat dari lokasi domisili sekolah. Yang telah ditetapkan sebagai peraturan pemerintah Permendikbud No.51/2018 tentang penerimaan peserta Didik baru tahun ajaran 2019/2020.

Siswa baru bisa memilih sekolah yang diinginkan, maksimal tiga sekolah, dengan catatan sekolah tersebut masih memiliki slot siswa dan berada dalam wilayah zonasi siswa tersebut. 

Jarak tempat tinggal terdekat dihitung  berdasarkan jarak tempuh dari kantor/kelurahan menuju ke sekolah. Jika jaraknya sama dengan siswa lain maka yang diambil adalah siswa baru yang pertama mendaftar duluan dan Nilai UN tertinggi.



Dari penjelasan tadi, yang menjadi perdebatan disini yaitu banyaknya siswa, orang tua siswa mengeluh tentang sistem zonasi yang lagi diterapkan saat ini. 

Katanya ada sebagian dari mereka tidak mendapatkan sekolah yang mereka inginkan, dikarenakan adanya sistem zonasi Sekolah ini.

Nah gue akan membahas sedikit, yahh beropini lah pandangan gue tentang sistem zonasi sekolah.

Sebagai seseorang yang pernah sekolah, *lahh

Gue saat itu sempat merasakan hal-hal semacam gini, ketika gue mencoba mendaftar dan memilih sekolah yang gue inginkan, malangnya gue tidak dapat masuk ke sekolah tersebut. Yeah itu kisaran 13 tahun yang lalu, saat gue mencoba mendaftar sekolah masuk SMP. gue tidak dapat memenuhi keinginan untuk mendapatkan sekolah yang gue inginkan dan bersekolah disana. *Tarik ingus.

Pada saat itu, sistem masuk sekolahnya bukan mengunakan zonasi sekolah terdekat, melainkan persaingan nilai tertinggi. Iya, siapa yang mendapatkan nilai tinggi, maka dia berhak untuk memilih sekolah yang diinginkan.

Karena saat itu gue masih dimasa yang amburadul, nilai gue pass-pasan, jadi yah tidak dapat masuk ke sekolah yang gue inginkan.

Nah, saat zaman gue, satu abad lalu, masih banyak juga perdebatan-perdebatan yang bermunculan tentang kebijakan yang diterapkan.

Rewind kebelakang, saat itu ketika gue mendaftar sekolah SMP, tiga belas tahun yang lalu, gue gagal masuk ke sekolah yang gue inginkan dan sekolah tersebut kebetulan dekat dengan rumah gue, jadinya gue harus rela memilih SMP lain untuk melanjutkan sekolah. Agak sedih sihh, kenapa tidak bisa masuk kesekolah yang gue inginkan. *Ingus keluar (nulisnya lagi pilek🀧) πŸ˜‚

Nah cerita sedikit, saat sudah tau nama dan nilai gue bakalan kalah, gue bersama orang tua gue berinisiatif untuk pindah mendaftar sekolah yang kemungkinan besar dapat menampung gue, dengan nilai gue yang seadanya ini. Yahh kalau tidak buru-buru pindahkan pendaftaran sekolah ditempat lain, gue bakalan harus rela masuk kesekolah Swasta yang mayoritas saat itu adalah sekolah yang tidak digemari banyak orang, ditambah biaya masuknya yang relatif mahall *pake gaya vanesha engel.

Yang jadi permasalahan saat itu, pass pengumuman pendaftaran masuk sekolah, rupanya banyak siswa yang tidak diterima disekolah tersebut. Salah satunya gue, tapi saat itu gue mundur dan memilih sekolah yang bisa menerima nilai gue.

Rupanya banyak orang disana tidak terima dengan hasil dari perekrutan sekolah itu, salah satunya para orang tua murid yang mendaftarkan anaknya ke sekolah tersebut. Mereka menilai dan mencoba mempertanyakan kenapa anak mereka yang rumahnya dekat dengan sekolah tidak diterima, kenapa harus rela bersekolah ketempat sekolah yang jauh dari rumah mereka.

Saat itu orang tua dari murid berdemo ke sekolah. Pihak sekolah berdalih bahwa pendaftarannya terlalu banyak dan sekolah tidak mampu menampung siswa yang lain, diluar kapasitas sekolah mereka. 

Setelah berdepatan alot, akhirnya pihak sekolah memberikan kebijakan menambah satu ruangan lagi untuk menampung anak yang tidak lulus daftar tadi. Nah malangnya gue, gue tidak dapat informasi itu, jadinya gue bersekolah ketempat yang lain.

Dan itulah takdir yang dikasi ke gue. Walaupun tidak bersekolah di sekolah yang gue harapkan dulu, Alhamdulillah gue dapat dilancar tiga tahun bersekolah ditempat gue saat itu.

Itulah kejadian dan permasalahan yang gue alami dulu. Sekarang ini perdebadannya hampir sama tapi beda kebijakan.

Sistem zonasi Sekolah yang diterapkan saat ini, banyak broblema didalamnya. Terbalik saat zaman gue dulu, kalau sekarang anak-anak pintar disekolah, mereka tidak dapat memilih sekolah yang mereka inginkan, padahal kualitas dan nilai mereka sangat tinggi dan mampu bersekolah yang mereka inginkan karena terhalang zonasi sekolah.

Dengan Zonasi sekolah seperti ini, harapan Merekapun menjadi sia-sia dan harus memilih sekolah yang sezonasi dengan rumah mereka. Dipaksa masuk sekolah yang tidak mereka inginkan. Munculah perdepatan-perdebatan dari masyarakat.


Nah tanggapan gue sebagai seseorang yang pernah tersisihkan oleh cinta ehh salah Ding, sekolah maksutnyah, Khilaf πŸ˜‚

Setiap kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah terkait tentang ini, baik itu dari pusat maupu daerah, menurut gue, pasti tujuannya ingin mempermudah dan memotivasi para pelajar untuk terus bersekolah ke tingakatan yang lebih tinggi dan meningkatkan kwalitas manusianya untuk masa depan.

Nah yang jadi permasalahannya, begitu banyak permasalahan tentang dunia pendidikankan di Indonesia ini. Nah lohh.

Banyaknya kebijakan dibuat yang diharapkan agar dapat meningkatkan standard kwalitas pendidikan agar lebih baik, tapi ketika dijalankan, tidak sesuai dengan yang diharapkan. 


Inilah permasalahan terbesarnya dari dunia pendidikan kita.


Nah sekarang gue akan membahas ala-ala tentang dua kebijakan yang telah diterapkan dinegara kita ini, yaitu Sistem Nilai tertinggi yang di terapkan di era gue dan Sistem Zonasi Sekolah yang sekarang lagi diterapkan.


Jadi apa permasalahannya ?


Iya sebetulnya kita juga tidak sepenuhnya menyalahkan kedua kebijakan yang telah dibuat ini. Kebijakan ini cukub baik, tapi penerapannya yang kurang baik. Belum digunakan sebagai mana mestinya.

Kebijakan yang pertama, Sistem Nilai Tertinggi, siapa yang nilainya tertinggi berhak memilih sekolah yang dia inginkan.

Hal positif dari kebijakan ini adalah tentang persaingan. Siswa termotivasi dalam belajarnya untuk meningkatkan nilainya agar nantinya dia bebas memilih sekolah yang diinginkannya. Sistem ini dapat menambah daya saing para siswa di sekolah tapi juga banyak kekurangannya. 

Contohnya dengan kebijakan ini, adanya kesenjangan dari tiap sekolah, adanya pengkotak-kotakan sekolah, terjadilah adanya sekolah favorit dan sekolah tidak favorit. Ini sih bagus, tapi ada dampaknya.


Bagus, karena yang masuk ke sekolah golongan favorit akan mendapatkan persaingan yang sehat antar siswa, supaya meningkatkan nilainya, tapi dampaknya kesekolah lain yang digolongkan tidak favorit. Ini bakal menjadi penumpukan dan pengurangan siswa disekolah.

Tentunya yang paling banyak diminati adalah sekolah favorit dan sekolah biasa bakalan sedikit yang mendaftar kesekolah tersebut. Dan terjadi gejolak di siswa-nya, karena kurangnya motivasi dari siswa tersebut. Dan lagi, seperti sudah gue jelasin, orang yang dekat dengan sekolah apabila nilainya tidak mencukupi, maka dia tidak dapat masuk kesekolah tersebut.

Nah dengan banyaknya kekurangan, pemerintah kembali lagi membuat kebijakan yaitu Sistem Zonasi Sekolah. Kebijakan ini tentunya menutupi kelemahan kebijakan lama, tapi muncul lagi permasalahan yang baru.

Yaitu sebaliknya orang yang nilainya tinggi, tapi tidak dekat dengan sekolah yang diinginkannya, tidak dapat mendaftar kesekolah tersebut. Sehingga menurunkan motivasi anak tersebut untuk belajar kedepannya. Masih banyak lagi permasalahan lain yang perlu diperbaiki dan diperbarui seperti kurangnya jumlah sekolah dari setiap daerah, kurangnya fasilitas pendukung sekolah, ketidak efisiennya pemerintah daerah menjalankan kebijakan ini, tidak adanya data yang valid berapa jumlah pertumbuhan manusia, tidak dapat mengantisipasi permasalahan tentang kebijakan dari sistem zonasi ini, sehingga berjalan dengan tidak sebagai mana mestinya.

Nah bagaimana solusinya ? Kalau kayak begini terus bagamana bisa Indonesia menciptakan sumberdaya manusia yang baik dan menghadapi persaingan dimasa depan.

Ini opini dan solusi ala-ala menurut gue yaitu harus adanya link antara kebijakan yang dibuat pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan harus mencari solusi bersama dalam mengatasi permasalahan di dunia pendidikan kita saat ini. Sayangkan anggaran cukup banyak diberikan didunia pendidikan, tapi tidak dimanfaatkan serius dengan sebagaimanaya.

Kemudian pemerintah daerah sebagai penanggung kebijakan harus betul betul memahami kebijakan tersebut, salah satunya Sistem Zonasi Sekolah ini, harus memahami permasalahan dari kebijakan ini agar mendapatkan solusi terbaik. Misalnya mendata jumlah pertumbuhan bayi di Indonesia yang nantinya bakal masuk dan belajar ke sekolah. Mendata jumlah siswa kelas 6 SD, Kelas 9 SMP. Dengan adanya data akurat, maka pemerintah daerah dapat mengambil kebijakan di daerahnya, ketika pertumbuhan meningkat, maka yang perlu diambil kebijakan adalah memperbanyak jumlah sekolah SD tentunya, menempatkan tempat-tempat sebagaimana mestinya, agar semua anak dapat bersekolah dan mengejar cita-cita mereka, mendata jumlah siswa kelas 6, jika sudah hitung lagi, apakah sekolah SMP daerah setempat, dapat menampung semua murid di daerah tersebut dan begitu juga dengan jenjang pendidikan yang lebih tinggi seperti SMA dan lainya.

Dan Jika di daerahnya belum mampu atau fasilitas belum bisa mendukung sistem tersebut, maka seharusnya pemerintah daerah arus bisa membuat kebijakan lagi, istilahnya merevisi lah dengan kebijakan yang sesuai didaerahnya. Karena yang tau permasalahan itu pemerintah daerahnya sendiri.

Nah bukan hanya tentang jumlah sekolah aja yang menjadi permasalahan tapi juga fasilitas dari sekolah tersebut. Pemerintah baik pusat maupun daerah wajib memeratakan semua fasilitas pendukung sekolah, agar memotivasi siswa dalam belajar di sekolah tersebut.

Note. Lebih penting lagi yaitu peran orang tua dan guru. Harus ada link antar orang tua dan guru yang sama-sama memberikan dukungan dan motivasi agar anak Indonesia menjadi anak yang sukses nantinya dimasa depan dan mampu bersaing. Peran orang tua yaitu membentuk karakter anak, memotivasi, mendorongan agar anaknya  dapat belajar. 

Belajar bukan karena keterpaksaan, tapi belajar dengan kemampuan mereka dan kesukaan mereka.

Selanjutnya guru, inilah hal terpenting didunia pendidikan kita, para gurulah yang memberikan ilmunya kepada para siswa disekolah. 

Permasalahan yang dihadapi yaitu kualitas dari guru tersebut dan tidak meratanya guru-guru yang ada di Indonesia. 

Dampaknya ada perbedaan kualitas guru, di sekolah tiap-tiap daerah. 


Jadi apakah kwalitas guru menjadi masalah ? Jawabannya TIDAK.


Bukan kwalitas, tapi motivasi yang ada didiri guru itu sendirilah masalahnya.

Maksutnya, gimana cara guru tersebut memberikan ilmunya dan motivasi ke para muridnya, kalau dirinya sendiri tidak mendapatkan kelayakan dalam hidupnya.

Mungkin sebagian guru yang sudah mendapatkan haknya, seperti PNS. Mereka akan mengeluarkan seluruh ilmu dan memotivasi para siswanya dengan sebaik-baiknya. Nah bagaimana yang tidak berstatus Pegawai Negeri Sipil. Mereka bakal kekurangan motivasi pada dirinya karena hak mereka belum sepenuhnya di tanggung pemerintah setempat.

Yapss sesuai fakta yang ada, dan gue lihat sendiri, ada terjadinya kesenjangan dari para guru-guru tersebut. Iya kalau dibilang baik itu PNS ataupun bukan, mereka sama sama garda yang memberikan ilmu dan motivasi kepada para siswanya. Tanggung jawab mereka sama. Tapi statuslah yang membedakan mereka.

Banyak sarjana-sarjana dari pendidikan tidak mengambil profesinya.

Kenapa ? 

Iya karena ada ketidak kesesuaian hak mereka dengan apa yang nantinya profesi mereka jalani, seperti gaji guru di daerah terpencil atau guru pembantu itu terlalu kecil dan tidak sesuai dengan nantinya yang dia berikan kepada para tunas bangsa.

Makanya mereka para sarjana pendidikan lebih memilih pekerjaan lain yang gajinya dapat menunjang kehidupan mereka.

Ini yang perlu dicari solusinya, agar ada pemerataan, persaingan antar guru agar mendapatkan guru yang berkualitas yang nantinya menciptakan siswa-siswa yang berprestasi.

Jadi adanya kesenjangan inilah yang membuat kebijakan seperti zonasi sekolah tersebut tidak berjalan dengan efektif.

Kita sebagai warga negara Indonesia pun harus selalu memberikan dukungan, kritikan, masukan agar kedepannya tercipta kebijakan yang sesuai dan dapat dijalankan sebagaimana mestinya. Dan Taraf pendidikan di Indonesia makin tinggi dan mampu bersaing dengan negara luar agar menjadikan Indonesia sebagai negara maju.

Dan menurut kalian, Sistem Zonasi Sekolah apa sudah berjalan dengan baik ? Kalau Belum apa yang harus diperbaiki dari sistem zonasi ini. πŸ˜‚ *Yokk sama-sama beri solusi, hehe.

Ok itu saja opini ala-ala kadut dari gue, mohon maaf apabila opini gue mungkin ada beberapa yang tidak sesuai πŸ™Œ. Tulisan ini hanyalah opini atau pendapat yang keluar dari pikiran dan kemudian di salurkan ke blog ini.

Sekali lagi, sama seperti penutup artikel sebelumnya terimakasih teman-teman yang sudah meluangkan mampir dan baca artikel ini. See you next artikel.

Owh iya terakhir buat siswa baru, selamat sekolah iya, Apapun itu sekolahnya, yang penting tujuannya satu Ilmu. Semangat πŸ’ͺπŸ’ͺπŸ’ͺ

8 comments:

  1. Yah emang pasti ada plus minusnya sih yah, gw sih gak begitu perduli, coba deh mentri perjodohan buat aturan zonasi juga, agar cewek2 dikampung gw gak dinikahi sama orang2 dari luar kota,.. *ajiig komen apa ini... :D

    ReplyDelete
  2. Setuju mas, pasti ada plus minusnya dari sebuah kebijakan, meski tujuan utamanya buat kebaikan juga.

    ReplyDelete
  3. Kalau aku sih setuju-setuju aja, selama standar kualitas nya bisa sama di seluruh sekolah. Soalnya siswa kan jadi milih-milih sekolah karena pengen sekolah yang standar kualitasnya udah serba bagus kan, nggak mau sekolah deket rumah kalau sekolah itu (maaf) belum bagus kualitasnya, baik dari segi sarana/prasarana, tenaga pendidiknya, dan lingkungan akademiknyaa

    ReplyDelete
  4. belum baik bang masih banyak juga yang mengakali dengan pindah domisili atau masuk jalur prestasi

    ReplyDelete
  5. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  6. Inilah alasan kenapa gw gak mau jadi guru, gajinya kecil, wkwkwk

    Gw sekolah di kampus keguruan, cuman gw bukan ambil jurusan keguruan, ambilnya ilmu murni. Gw udah lihat sendiri gimana sekolahnya calon-calon guru itu.

    Pas mereka lulus dan jadi guru, gajinya bagaikan langit dan bumi dibandingkan gw.

    Ya ampun, kasian

    ReplyDelete
  7. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete

TERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...